Tesis
Hubungan Ekspresi Connexin 43 dengan Respons Patologis Kemoterapi Neoadjuvan pada Pasien Kanker Payudara Lokal Lanjut.
Latar Belakang: Kanker payudara merupakan jenis kanker paling umum pada wanita dengan tingkat insiden dan mortalitas yang signifikan, terutama di Asia dan Indonesia. Kanker payudara lokal lanjut (LABC) memerlukan penanganan khusus, salah satunya melalui kemoterapi neoadjuvan yang memungkinkan dilakukannya pembedahan pada kanker yang tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi dengan memperkecil ukuran tumor dan membuat margin pembedahan menjadi negatif. Evaluasi keberhasilan terapi ini dapat dilakukan melalui response patologis menggunakan sistem grading Miller-Payne. Salah satu faktor yang memengaruhi response patologis adalah gap junction, terutama protein connexin 43, yang memiliki peran penting dalam menjaga komunikasi antar sel, regulasi proliferasi, apoptosis, dan homeostasis mikro lingkungan tumor. Penurunan ekspresi connexin 43 berkorelasi dengan agresivitas tumor yang lebih tinggi, invasi, dan prognosis buruk. Namun, penelitian langsung mengenai hubungan ekspresi connexin 43 pre-kemoterapi terhadap response patologis pada LABC masih terbatas. Tujuan:Studi ini bertujuan mengevaluasi peran connexin 43 sebagai prediktor keberhasilan kemoterapi neoadjuvan pada LABC berdasarkan sistem grading Miller-Payne. Metode:Desain studi ini adalah kohort retrospektif. Subjek berasal dari pasien kanker payudara di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo periode 2018–2023. Dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk mengetahui ekspresi connexin 43. Pasien kemudian di observasi hingga December 2024 untuk mengetahui keluaran metastasis dan survival. Pada penelitian ini dilakukan analisa bivariat dan multivariat untuk menilai hubungan ekspresi connexin 43 dan response patologis dari kemoterapi neoadjuvan. Hasil:Terdapat 48 subjek, dengan subtipe immunohistokimia yang paling dominan luminal B sebanyak 31 subjek (64,6%), grade histopatologi grade II sebanyak 27 subjek (56,3%) dan regimen kemoterapi kombinasi anthracycline dan taxane sebanyak 27 subjek (56,3%.) Pada studi ini terdiri dari ekspresi connexin 43 tinggi sebanyak 28 subjek (58,3%) dan rendah sebanyak 20 subjek (41,7%) ; dengan response patologis Miller-Payne terbanyak berada di kelompok grade 3-5 sebanyak 28 subjek (58.3%.) Setelah analisis, ditemukan bahwa ekspresi Connexin 43 yang tinggi memiliki kemungkinan lebih besar untuk mencapai respons patologis yang lebih baik (RR=2,73, p > 0,05; 95% CI 0,97-7,71), meskipun hasilnya tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Kesimpulan: Ekspresi connexin 43 pada jaringan biopsi yang tinggi merupakan faktor prediktor untuk terjadinya response terhadap terapi neoadjuvan.
Kata kunci: kanker payudara, Connexin43, kemoterapi Neoadjuvan.
Background: Breast cancer is the most common type of cancer among women, with significant incidence and mortality rates, particularly in Asia and Indonesia. Locally advanced breast cancer (LABC) requires specific treatment approaches, one of which is neoadjuvant chemotherapy. This therapy aims to shrink tumors, allowing previously inoperable cancers to become operable by reducing tumor size and achieving negative surgical margins. The effectiveness of this therapy can be assessed through pathological responses using the Miller-Payne grading system. One factor influencing pathological response is gap junctions, particularly the connexin 43 protein, which plays a critical role in maintaining intercellular communication, regulating proliferation, apoptosis, and tumor microenvironment homeostasis. Reduced connexin 43 expression is correlated with increased tumor aggressiveness, invasion, and poor prognosis. However, direct studies on the relationship between pre-chemotherapy connexin 43 expression and pathological response in LABC remain limited. Objective: This study aims to evaluate the role of connexin 43 as a predictor of neoadjuvant chemotherapy success in LABC based on the Miller-Payne grading system. Methods: This study employs a retrospective cohort design. Subjects were selected from breast cancer patients at RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo from 2018 to 2023. Immunohistochemistry was performed to assess connexin 43 expression. Patients were then observed until December 2024 to determine metastasis and survival outcomes. Results: There were 48 subjects, with the most dominant immunohistochemistry subtype being Luminal B, accounting for 31 subjects (64.6%). Histopathological grade II was observed in 27 subjects (56.3%), and the chemotherapy regimen combining anthracycline and taxane was used in 27 subjects (56.3%). In this study, high Connexin 43 expression was found in 28 subjects (58.3%), while low expression was observed in 20 subjects (41.7%). The majority of pathological responses based on the Miller-Payne system were in grades 3-5, with 28 subjects (58.3%). After analysis, it was found that high Connexin 43 expression had a higher likelihood of achieving a better pathological response (RR=2.73, p > 0.05; 95% CI 0.97-7.71), although the result was not statistically significant (p > 0.05). Conclusion: High connexin 43 expression in biopsy tissue serves as a predictive factor for response to neoadjuvant therapy.
Keywords: breast cancer, Connexin 43, neoadjuvant chemotherapy
- Judul Seri
-
-
- Tahun Terbit
-
2024
- Pengarang
-
I Gusti Ayu Nari Laksmi Dewi - Nama Orang
IGN Gunawan Wibisana - Nama Orang
Ramadhan - Nama Orang
Primariadewi Rustamadji - Nama Orang
Herqutanto - Nama Orang - No. Panggil
-
T24562fk
- Penerbit
- Jakarta : Sp-2 llmu Bedah., 2024
- Deskripsi Fisik
-
xix, 58 hlm., ; 21 x 30 cm
- Bahasa
-
Indonesia
- ISBN/ISSN
-
SBP Online
- Klasifikasi
-
NONE
- Edisi
-
-
- Subjek
- Info Detail Spesifik
-
Tanpa Hardcopy
| T24562fk | T24562fk | Perpustakaan FKUI | Tersedia |
Masuk ke area anggota untuk memberikan review tentang koleksi