Tesis
Perbedaan Serotonin Plasma dan Kortisol Saliva terhadap gejala depresi padapasien pasca sindroma koroner akut = Difference Between Plasma Serotonin and Salivary Cortisol with Depressive Symptoms in Post-Acute Coronary Syndrome Patients.
Latar Belakang: Penyakit kardio-serebrovaskular dengan kematian tertinggi sebagian besar diakibatkan Sindroma Koroner Akut (SKA). Dalam perjalanan penyakit tersebut dapat timbul gangguan psikis berupa depresi. Dilaporkan bahwa depresi sering terjadi dan menetap, dengan prevalensi sekitar 20% pada pasien dengan penyakit jantung. Gangguan psikis memiliki hubungan yang erat dengan pengaruh hormonal seperti kortisol dan serotonin. Pada pasien SKA dapat terjadi disfungsi otonom dan disregulasi aksis HPA yang menyebabkan peningkatan kortisol yang dapat memperburuk prognosispasien SKA. Sehingga penting untuk mengetahui pengaruh hormonal yaitu kadar kortisoldan serotonin dalam mengurangi gejala depresi yang akan ditelaah pada penelitian ini. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk mengetahui peran kortisol dan serotonin terhadap kejadian depresi pada pasien SKA pasca perawatan. Penelitian dilakukan di ICCU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat, Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan Divisi Psikosomatik danPaliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM pada 73 orang responden yang memenuhi kriteria inklusi dengan menggunakan wawancara, pengisian kuesioner HADS,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Hasil: Sebanyak 15,1% pasien SKA mengalami depresi pasca perawatan. Hasil uji statistik antara serotonin plasma terhadapdepresi tidak bermakna secara statistik dengan p value 0,482, demikian pula dengan kortisol saliva dengan p value 0,275. Namun ditemukan bahwa, kadar rerata hormon serotonin pada pasien SKA dalam penelitian ini adalah 189 ng/ml dan kadar rerata kortisol pada pasien SKA pada penelitian ini adalah 2,19 ng/mL. Kesimpulan: Secara statistik, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara kadar kortisol terhadap gejala depresi pada pasien paska sindrom koroner akut dengan nilai p-value 0,275. Namun, penelitian ini bermakna secara klinis dilihat dari kadar serotonin plasma yang lebih rendah pada pasien dengan depresi dan lebih tinggi pada pasien yang tidak depresi. Begitu pula dengan kadar kortisol saliva lebih tinggi pada pasien dengan depresi dan lebih rendah pada pasien yang tidak depresi.
Kata Kunci: Sindrom koroner akut, depresi, kortisol, serotonin
Background: Cardio-cerebrovascular disease with the highest mortality is mostly due toAcute Coronary Syndrome (ACS). During the course of the disease, psychological disorders such as depression may happen. It has been reported that depression is commonand persistent, with a prevalence of approximately 20% in patients with heart disease. Psychological disorders have a close relationship with hormones such as cortisol and serotonin. In ACS patients, autonomic dysfunction and dysregulation ofthe HPA axis canoccur and cause an increase in cortisol which can worsen the prognosis of ACS patients. So it is important to know the how hormones, namely cortisol and serotonin in reducing depressive symptoms which will be examined in this study. Methods: This study is a cross-sectional study to determine the impact of cortisol and serotonin in the incidence ofdepression in post-treatment ACS patients. The research was conducted at the ICCU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Central Jakarta, Division of Cardiology Department ofInternal Medicine FKUI/RSCM and Division of Psychosomatics and Palliative Department of Internal Medicine FKUI/RSCM in 73 respondents who met the inclusion criteria by using interviews, filling out HADS questionnaires, physical examinations andlaboratory tests. Results: A total of 15.1% of ACS patients experienced post-treatment depression. The statistical test results between plasma serotonin and depression were notstatistically significant with a p value of0.482, as well as salivary cortisol with a p valueof 0.275. However, it was found that the average serotonin level in ACS patients in this study was 189 ng/ml and the average cortisol level in ACS patients in this study was 2.19 ng/mL. Conclusion: Statistically, there was no significant relationship between cortisol levels and depressive symptoms in post-acute coronary syndrome patients with a p-valueof 0.275. However, this study is clinically significant in view of the lower plasma serotonin levels in patients with depression and higher in patients who are not depressed.Likewise, salivary cortisol levels were higher in patients with depression and lower in patients who were not depressed.
Keywords: Acute coronary syndrome, depression, cortisol, serotonin
- Judul Seri
-
-
- Tahun Terbit
-
2023
- Pengarang
-
Irman Firmansyah - Nama Orang
Eka Ginanjar - Nama Orang
Sukamto Koesnoe - Nama Orang
Hamzah Shatri - Nama Orang - No. Panggil
-
T23278fk
- Penerbit
- Jakarta : Sp-2 Ilmu Penyakit Dalam., 2023
- Deskripsi Fisik
-
xvi, 78 hlm. ; 21x 30 cm
- Bahasa
-
Indonesia
- ISBN/ISSN
-
-
- Klasifikasi
-
NONE
- Edisi
-
-
- Subjek
- Info Detail Spesifik
-
Tanpa Hardcopy
T23278fk | T23278fk | Perpustakaan FKUI | Tersedia |
Masuk ke area anggota untuk memberikan review tentang koleksi