Skripsi

Fragmentasi DNA dan Maturasi Kromatin Spermatozoa pada Laki-laki Infertil Oligozoospermia dan Oligoastenoteratozoospermia (OAT) = Sperm DNA Fragmentation and Chromatin Maturation in Oligozoospermic and Oligoasthenozoospermic (OAT) Infertile Men.

Latar belakang: Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 8-12% penduduk dunia atau 60-80 juta pasangan suami istri mengalami infertilitas, di Indonesia sendiri jumlah penduduk infertil sebanyak 2.6 juta individu. Infertilitas dapat berasal dari pihak laki-laki maupun perempuan, di mana dari laki-laki infertilitas dapat diakibatkan di antaranya oleh jumlah spermatozoa yang kurang (oligozoospermia) serta gabungan dari gangguan jumlah, motilitas, dan morfologi spermatozoa (oligoastenoteratozoospermia/ OAT). Infertilitas pada laki-laki biasanya dapat dideteksi melalui analisis semen konvensional, namun ternyata didapatkan bahwa 15% laki-laki yang infertil memiliki parameter spermatozoa dalam batasan yang normal. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mencari kelainan spermatozoa pada pasien secara lebih lanjut melalui analisis fragmentasi DNA dan maturasi kromatin spermatozoa. Metode: Penelitian ini bersifat cross sectional, di mana dilakukan analisis terhadap 34 sampel (15 sampel oligozoospermia, 10 sampel OAT, dan 9 sampel fertil normozoospermia) yang diperoleh dari pasien dan petugas Klinik Infertilitas Yasmin Rumah Sakit Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta yang memenuhi kriteria inklusia. Sampel kemudian akan dianalisis menggunakan SpermFunc® DNA-f kit untuk mengetahui indeks fragmentasi DNA (IFD)-nya serta SpermFunc® Histone kit untuk tingkat maturasi kromatinnya. Hasil: Untuk IFD spermatozoa, didapatkan reratanya pada fertil normozoospermia sebesar 22,47 ± 6,55%, oligozoospermia 26,61 ± 9,63%, dan OAT 37,02 ± 9%. Pada t test untuk membandingkan 2 kelompok, hanya IFD OAT vs fertil (p: 0,001) dan IFD oligozoospermia vs OAT (p: 0,015) saja yang nilainya bermakna, hal ini bertentangan dengan perbandingan IFD oligozoospermia dan kelompok fertil (p: 0,248). Adapun pada uji ANOVA untuk membandingkan 3 kelompok, hasilnya kurang lebih sama (p ANOVA: 0,003; p Post Hoc IFD OAT vs fertil: 0,003, oligozoospermia vs OAT: 0,021). Sementara itu, untuk tingkat maturasi kromatin spermatozoa, perbandingan menggunakan data rerata untuk kelompok yang sebarannya normal (normozoospermia 84,8 ± 6,68% dan oligozoospermia 81,8% ± 6,03%) serta median untuk yang OAT yang sebarannya tidak normal (89%). Baik hasil t test [oligozoospermia vs fertil (p: 0,255), OAT vs fertil (p: 0,935), oligozoospermia vs OAT (p: 0,243)] maupun Kruskal-Wallis (p: 0,289) samasama tidak bermakna. Korelasi antara IFD dan tingkat maturasi kromatin spermatozoa pada ketiga kelompok tersebut sangat lemah dan tidak bermakna, sehingga dapat diabaikan (r: -0,014; p: 0,936). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara IFD OAT dibandingkan dengan kelompok fertil normozoospermia, namun sebaliknya pada hubungan IFD oligozoospermia dengan kelompok fertil serta hubungan tingkat maturasi kromatin spermatozoa kelompok infertil dengan kelompok fertil. Antara IFD dan tingkat maturasi kromatin spermatozoa pada kelompok tersebut korelasinya sangat lemah juga tidak bermakna terhadap satu sama lain.
Kata kunci: Fragmentasi DNA spermatozoa, maturasi kromatin spermatozoa, laki-laki infertil, oligozoospermia, oligoastenoteratozoospermia (OAT)



Introduction: According to World Health Organization (WHO), approximately 8-12% of the world population or 60-80 million married couples are suffering infertility, in Indonesia itself the amount of infertile population reaches 2,6 million individuals. Infertility can be attributed to both female and male factors, included in male infertility causes are decreased sperm number (oligoozoospermia) as well as combination of defect in sperm quantity, motility, and morphology (oligoasthenoteratozoospermia/OAT). Male infertility usually can be detected through conventional semen analysis, however it is known that 15% of infertile males have normal semen analysis result, therefore it has become essential to do sperm DNA fragmentation and chromatin maturation analysis to know more about sperm quality. Method: This is a cross sectional study done to 34 samples (15 oligozoospermic samples, 10 OAT samples, and 9 fertile normozoospermic samples) that were collected from patients and staff of Yasmin Infertility Clinic at Rumah Sakit Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana Jakarta. Those samples were then analyzed using SpermFunc® DNA-f kit to measure its DNA fragmentation index (DFI) and also using SpermFunc® Histone kit to measure its chromatin maturation percentage. Result: For sperm DFI, it was obtained that the mean for fertile normozoospermic group was 22,47 ± 6,55%, 26,61 ± 9,63% for oligozoospermic group, and 37,02 ± 9% for OAT group. In t test to compare 2 groups, only OAT vs fertile DFI (p: 0,001) and oligozoospermic vs OAT DFI (p: 0,015) were considered significant, this was contrary to the comparison of oligozoospermic and fertile DFI (p: 0,248). As for the ANOVA test to compare 3 groups, the results were approximately the same (p ANOVA: 0,003; p Post Hoc OAT vs fertile DFI: 0,003, oligozoospermic vs OAT DFI: 0,021). On the other hand, for sperm chromatin maturation percentage, the comparison between each group used means for groups with normal data distribution (normozoospermic 84,8 ± 6,68% and oligozoospermic 81,8 ± 6,03%) as well as median for OAT group with abnormal data distribution (89%). Both the results of t test [oligozoospermic vs fertile (p: 0,255), OAT vs fertile (p: 0,935), oligozoospermic vs OAT (p: 0,243)] and Kruskal-Wallis (p: 0,289) were equally insignificant. The correlation between DFI and sperm chromatin maturation percentage of those groups was very weak and insignificant, thus negligible (Pearson correlation coeficient: -0,014; p value: 0,936). Conclusion: There is a significant relationship between the DFI difference of OAT and fertile normozoospermic group, but not between the DFI difference of oligozoopsermic and fertile group. On the other hand, sperm chromatin maturation difference between infertile oligozoospermic and OAT group and fertile group as well as the correlation of DFI and sperm chromatin maturation percentage on the groups that are being observed are not significant.
Keywords: Sperm DNA fragmentation, sperm chromation maturation, infertile males, oligozoospermia, oligoastenoteratozoospermia (OAT)

Judul Seri
-
Tahun Terbit
2022
Pengarang

Alfianto Widiono - Nama Orang
Silvia Werdhy Lestari - Nama Orang

No. Panggil
S22038fk
Penerbit
Jakarta : Program Pendidikan Dokter Umum S1 Reguler.,
Deskripsi Fisik
xvii, 49 hlm. ; 21 x 30 cm
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
S22038fk
Edisi
-
Subjek
Info Detail Spesifik
-
S22038fkS22038fkPerpustakaan FKUITersedia
Image of Fragmentasi DNA dan Maturasi Kromatin Spermatozoa pada Laki-laki Infertil Oligozoospermia dan Oligoastenoteratozoospermia (OAT) = Sperm DNA Fragmentation and Chromatin Maturation in Oligozoospermic and Oligoasthenozoospermic (OAT) Infertile Men.

Related Collection