Tesis

Diagnosis skabies berdasarkan gen Cox-1 dibandingkan dengan diagnosis klinis di sebuah Pesantren Jakarta = Diagnosis of scabies based on Cox-1 gene compared with clinical diagnosis at an Islamic boarding school in Jakarta.

Skabies masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di dunia. Di Indonesia, prevalensi skabies tahun 2017 adalah 6% dari total penduduk. Diagnosis skabies mudah ditetapkan secara klinis jika terdapat empat tanda kardinal. Jika gejala klinisnya tidak khas, menyerupai gejala penyakit kulit lain, tertutup oleh eksema dan atau impetigo, atau penderita datang dengan infeksi sekunder dan likenifikasi, maka diagnosis klinis tidak akan mudah ditegakkan. Penegakan diagnosis berdasarkan manifestasi klinis tidak cukup efisien dengan sensitivitas kurang dari 50%. Hal ini disebabkan karena sulitnya membedakan reinfestasi, reaksi kulit residual, atau infestasi aktif. Kekeliruan diagnosis menyebabkan salah pengobatan, sehingga penderita tak kunjung membaik dan berlanjut menjadi sumber transmisi untuk sekitarnya, namun jika diagnosis ditegakkan terlalu dini dan penderita langsung diberikan skabisida, maka dapat timbul resistensi pengobatan. Karena diagnosis secara klinis dan mikroskopis sulit dilakukan, maka penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi infeksi skabies secara molekuler. Diharapkan dengan hasil penelitian ini, dapat membantu para klinisi untuk memberikan pengobatan antiparasit dan antibiotik yang tepat. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sampel kerokan kulit dari santri di Pesantren Darul Ishlah dibawa ke Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat 50 pasien yang positif pada pemeriksaan PCR dari 53 pasien yang terdiagnosis klinis skabies. Didapatkan tambahan 8 hasil PCR positif dari 35 pasien yang negatif secara klinis. Dengan menggunakan kriteria IACS 2020 sebagai pembanding, dilakukan uji Chi Square dan ditemukan perbedaan proporsi yang signifikan (p < 0,05) antara diagnosis klinis dan molekuler. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan sensitivitas PCR dalam mendiagnosis infestasi skabies sebesar 94,1%, spesifisitas sebesar 77,3%, akurasi 87,5%, nilai prediksi positif 86,2%, dan nilai prediksi negatif 90%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa PCR dapat digunakan untuk mendeteksi infestasi skabies sebagai diagnosis yang berbasis bukti.
Kata kunci: skabies, diagnosis, PCR, klinis


Scabies is still a health problem in the world. In Indonesia, the prevalence of scabies in 2017 was 6% of the total population. The diagnosis of scabies can be establish clinically by finding its four cardinal signs. However, mostly in practice, the clinical symptoms are atypical, resemble other manifestation of skin diseases, such as eczema and/or impetigo, or the patient presents with secondary infection and lichenification. This may cause the difficult clinical diagnosis. Misdiagnosis leads to unfair treatment, as a consequence the patient does not recover and continues to be a source of infection for their environment. However, if the diagnosis is made too early and the patient will be given scabicide, this condition may cause drug resistance at a long term. Since clinical and microscopic diagnosis is difficult, this study attempts to identify scabies infection molecularly. It is hoped that the results of this study can help the clinician to know the potency of PCR in diagnose of scabies. This study used a cross-sectional design. Skin scraping samples from students at Darul Ishlah Islamic Boarding School were collected and processed in Parasitology Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. The findings show that there were 50 patients who were positive on PCR examination out of 53 patients who were clinically diagnosed with scabies. There were an additional 8 positive PCR results from 35 clinically negative patients. Using the IACS 2020 criteria as a comparison, a Chi-Square test was performed, and a significant difference in proportion (p < 0.05) was found between clinical and molecular diagnoses. Based on the calculation results, the PCR sensitivity in diagnosing scabies infestation is 94.1%, specificity is 77.3%, accuracy is 87.5%, positive predictive value is 86.2%, and negative predictive value is 90%. From these results, it can be concluded that PCR can be used to detect scabies infestation as an evidence-based diagnosis.
Keywords: scabies, diagnosis, PCR, clinical

Judul Seri
-
Tahun Terbit
2021
Pengarang

Reqgi First Trasia - Nama Orang
Saleha Sungkar - Nama Orang
Ika Puspa Sari - Nama Orang

No. Panggil
T21309fk
Penerbit
Jakarta : Program Magister Ilmu Biomedik.,
Deskripsi Fisik
xv, 81 hal; ill; 21 x 30 cm
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
NONE
Edisi
-
Subjek
Info Detail Spesifik
Tanpa Hardcopy
T21309fkT21309fkPerpustakaan FKUITersedia
Image of Diagnosis skabies berdasarkan gen Cox-1 dibandingkan dengan diagnosis klinis di sebuah Pesantren Jakarta = Diagnosis of scabies based on Cox-1 gene compared with clinical diagnosis at an Islamic boarding school in Jakarta.

Related Collection