Text

How to Diagnose and Manage Hypothyroidism in Daily Practice

Penyakit tiroid merupakan kelainan di bidang endokrinologi yang paling sering ditemukan. Di antara penyakit tiroid yang perlu diwaspadai ialah hipotiroidisme, baik yang bersifat subklinis maupun yang tampak nyata. Angka kejadian hipotiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Inggris, angka kejadian hipotiroidisme pertahun diketahui sebanyak 3.5 per 1000 wanita dan 0.6 per 1000 pria. Tiga persen penduduk Inggris menjalani terapi pengganti jangka panjang. Para peneliti menduga, terdapat sekitar 40–48% pasien mengalami over atau undertreated. Kurang lebih 2–4% pasien dengan hipotiroidisme subklinik akan berkembang menjadi hipotiroidisme nyata.
Pada beberapa kasus hipotiroidisme, tampilan klinisnya bisa tidak jelas, karena memang gejala dan tanda klinik pada awal timbulnya hipotiroidisme seringkali samarsamar. Keluhan spesifik baru muncul setelah berbulan-bulan mengalami hipotiroidisme
dan belum memperoleh pengobatan yang memadai.
Apabila hipotiroidisme tidak terdeteksi dan tidak segera diobati, apalagi bila keadaan itu berlangsung dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan pelbagai kelainan dan oleh karena itu perlu segera diobati. Sedangkan untuk hipotiroidisme subklinik, banyak studi dilakukan untuk evaluasi terapi hormon tiroid, khususnya ditujukan pada gangguan profil lipid, fungsi jantung, dan gangguan fungsi kejiwaan.
Mengingat hipotiroidisme sekunder akibat pengobatan kelainan tiroid sebelumnya relatif tidak banyak (1 %)2, makalah ini akan membahas cara menegakkan diagnosis dan tatalaksana klinis hipotiroidisme, khususnya hipotiroidisme primer, termasuk di dalamnya hipotiroidisme subklinis, hingga pilihan pengobatannya di praktek klinik sehari-hari. Isu-isu lain yang juga akan jadi pembahasan ialah: penyebab yang mendasari, penggunaan obat-obatan saat ini ataiu sebelumnya, riwayat menstruasi dan kandungan.