Tesis

Hubungan Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi dengan Kejadian Pneumonia pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik = Inhaled Steroids and Risk of Pneumonia in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

Pendahuluan: Penggunaan kortikosteroid (KS) inhalasi dalam tatalaksana penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) berguna untuk sebagian besar pasien, tetapi diduga berkaitan dengan peningkatan risiko pneumonia. Penelitian yang ada mengenai hal ini masih memberikan hasil yang tidak konsisten. Diagnosis pneumonia pada penelitian-penelitian tersebut tidak ditunjang oleh adanya bukti radiologis yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Belum jelas apakah perbedaan berbagai jenis, dosis, dan durasi penggunaan KS inhalasi berpengaruh terhadap risiko pneumonia. Hal tersebut mendasari pentingnya mengetahui hubungan antara penggunaan KS inhalasi dengan kejadian pneumonia pada pasien PPOK serta pengaruh pola penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan kejadian pneumonia. Metode: Penelitian kasus kontrol yang dilakukan secara retrospektif ini menggunakan data sekunder (rekam medik) dari pasien PPOK yang dirawat inap dan rawat jalan di RSUPN Dr.Ciptomangunkusumo dan RS Dr.Ciptomangunkusumo Kencana Jakarta selama periode 1 Januari 2012 sampai 30 November 2016. Subyek penelitian yang ditentukan sebagai kelompok kasus dipilih secara acak dari semua pasien PPOK dengan diagnosis pneumonia yang ditunjang data radiologis (n=67). Subyek yang ditentukan sebagai kelompok kontrol dipasangkan berdasarkan kategori usia dan penyakit penyerta dengan kelompok kasus (n=67). Pada kedua kelompok dinilai pajanan kortikosteroid inhalasi dan pola penggunaannya (jenis, dosis, durasi), lalu dianalisis secara deskriptif dan analitik. Hasil: Terdapat perbedaan gambaran pajanan kortikosteroid inhalasi pada kelompok kasus dan kontrol. Terdapat hubungan antara penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan kejadian pneumonia pada pasien PPOK (p 0,005; OR 0,31; 95%CI 0,13-0,71). Pajanan kortikosteroid inhalasi pada kelompok kasus didominasi oleh flutikason propionat, sedangkan pada kelompok kontrol adalah budesonid. Tidak ada hubungan antara jenis kortikosteroid inhalasi dengan kejadian pneumonia. Penggunaan terbanyak kortikosteroid inhalasi dengan dosis rendah dan durasi ±1 bulan (median ± standar deviasi (SD) 32,5 ± 636,69). Ada hubungan dosis kortikosteroid inhalasi dengan kejadian pneumonia (p 0,019), tetapi tidak ada hubungan dengan durasi (p 0,683). Gambaran jenis pneumonia terbanyak adalah pneumonia komunitas. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan kejadian pneumonia pada pasien PPOK. Pajanan kortikosteroid pada penelitian ini bersifat protektif (OR 0,31; 95%CI 0,13-0,71). Penggunaan dosis rendah meminimalkan risiko pneumonia.
Kata kunci : kortikosteroid inhalasi, pneumonia, PPOK


Introduction: Treatment with inhaled corticosteroids (ICS) is well established for certain chronic obstructive pulmonary disease (COPD) patients. Despite this, treatment with ICS has been linked to an increased risk of pneumonia. However, results differed widely between studies (some trials reporting increased risk, others reported reduced risk). The magnitude of risk and how this compares with different ICS, dose regiment, and duration of use, remain unclear. Most trials are limited by lack of pneumonia objective ascertainment. The objective of this study was to determine if the use of ICS is associated with an increased risk of pneumonia and to determine impact of different ICS regiment. Method: A retrospective, case–control study was conducted using secondary data (medical record) of COPD patient at RSUPN Dr.Ciptomangunkusumo and RS Dr.Ciptomangunkusumo Kencana Jakarta since January 1 st ’ 2012 until November 30 th ’2016. Sixty seven patients with radiographically confirmed pneumonia were matched to control subjects by age and comorbid. Cases were defined based on hospitalization for pneumonia (outpatient and inpatient). Exposure was prior use of ICS. Statistical analysis used to estimate the odds ratio (OR) of pneumonia associated with ICS use and impact of different ICS, different dose regiment, and different duration of ICS use with a risk of pneumonia. Result: There are differences in ICS exposure between cases and controls. Treatment with ICS is linked to pneumonia (p 0.005; OR 0.31; 95%CI 0.13-0.71). Exposure to ICS in the case group was dominated by fluticasone propionate, while the control group was budesonide. There is no relationship between the types of ICS with pneumonia due to small sample size. Mostly ICS are used in low dose and short duration (median ± SD 32.5 ± 636.69). Treatment with lower dose is linked to a lower risk of pneumonia (p 0.019). There is no relationship between the duration of use with risk of pneumonia. Conclusion: There is a relationship between ICS exposure with pneumonia. ICS exposure in this study shows protective effect (OR 0.31; 95%CI 0.13-0.71). Treatment with lower dose can minimize or decrease risk of pneumonia.
Keywords: inhaled steroids, pneumonia, COPD

Judul Seri
-
Tahun Terbit
2017
Pengarang

Ferina Angelia - Nama Orang
PURWANTYASTUTI - Nama Orang
Vivian Soetikno - Nama Orang
Zulkifli Amin - Nama Orang

No. Panggil
T17031fk
Penerbit
Jakarta : Program Pendidikan Dokter Spesialis Farmakologi Klinik.,
Deskripsi Fisik
xvi, 91 hlm., 21cm x 30cm + Lampiran
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
NONE
Edisi
-
Subjek
Info Detail Spesifik
-
T17031FKT17031fkPerpustakaan FKUITersedia
Image of Hubungan Penggunaan Kortikosteroid Inhalasi dengan Kejadian Pneumonia pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik  = Inhaled Steroids and Risk of Pneumonia in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

Related Collection