Tesis

Gambaran Audiogram pasien Tuberkulosis paru sebelum dan setelah terapi Streptomisin sulfat periode Januari 2014 sampai Desember 2015 = An overview audiogram of Pulmonary tuberculosis patients before and after therapy Streptomycin sulfate in period of January 2014 until December 2015.

Tuberkulosis (TB) paru masih terus menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Streptomisin adalah suatu antibiotik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral pada pasien TB paru kategori dua dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraselular. Kekurangan dari streptomisin adalah efek samping toksik pada saraf kranial kedelapan yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular dan/atau hilangnya pendengaran. Ototoksik sudah lama dikenal sebagai efek samping pengobatan kedokteran dan dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih poten, daftar obat-obatan ototoksik makin bertambah. Tuli akibat ototoksik yang menetap dapat terjadi berhari-hari, berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah selesai pengobatan. Penggunaan obat ini masih menjadi dilema, karena efek samping streptomisin dapat menyebabkan tuli sensorineural, sedangkan obat ini perlu diberikan pada penderita TB paru kategori dua dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini, yang melibatkan 46 sampel, pasien TB paru setelah terapi Streptomisin sulfat yang mengalami penurunan pendengaran >15 dB pada frekuensi 8000 Hz sebanyak 12 sampel (26,1%) dan secara statistik bermakna.
Kata kunci : Tuberkulosis paru, streptomisin, ototoksik, audiogram


Pulmonary tuberculosis is still a health problem in the world, especially in developing countries. Streptomycin is an aminoglycoside class of antibiotics that must be given parenterally in patients with category two of pulmonary tuberculosis and working to prevent the growth of extracellular organisms. Disadvantages of streptomycin is toxic side effects on the eighth cranial nerve that can cause vestibular dysfunction and / or loss of hearing. Ototoxic has long been known as a side effect of treatment with increasing medical and drugs more potent, ototoxic drugs list growing. Deafness due to ototoxic persistent can occur days, weeks or months after completion of treatment. The use of these drugs is still a dilemma, because the side effects of streptomycin can cause sensorineural hearing loss, whereas these drugs should be given to category two of pulmonary tuberculosis patients within a certain period. In this study, involving 46 samples, pulmonary tuberculosis patients after therapy Streptomycin sulfate experiencing hearing loss > 15 dB at a frequency of 8000 Hz as many as 12 samples (26.1%) and statistically significant.
Key word : Pulmonary tuberculosis, streptomycin, ototoxic, audiogram.

Judul Seri
-
Tahun Terbit
2015
Pengarang

Muslim - Nama Orang
Saptawati Bardosono - Nama Orang
Widayat Alviandi - Nama Orang
Brastho Bramanty - Nama Orang
. Telly Kamelia - Nama Orang

No. Panggil
T 15 564 FK
Penerbit
Jakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok.,
Deskripsi Fisik
xx, 60 hlm.; 20 x 29 cm
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
NONE
Edisi
-
Subjek
Info Detail Spesifik
-
T15564FKT15564FKPerpustakaan FKUITersedia
Image of Gambaran Audiogram pasien Tuberkulosis paru sebelum dan setelah terapi Streptomisin sulfat periode Januari 2014 sampai Desember 2015 = An overview audiogram of Pulmonary tuberculosis patients before and after therapy Streptomycin sulfate in period of January 2014 until December 2015.

Related Collection