Disertasi
Keanekaragaman molekul virus hepatitis B dan kaitannya dengan latar belakang populasi manusia di Indonesia . = Molecular diversity of Heoetitis B Virus and its relationship with population background in Indonesia.
Virus Hepatitis B (VHB) adalah virus DNA yang berukuran 42 nm, yang termasuk kedalarn kelompok virus Hepadna (Hepadnaviridae). VHB menyebabkan infeksi hepatitis akut, kronis dan fulminan, serta sirosis sampai dengan kanker hati. VHB terbagi dalam empat serotipe (subtipe) hepatitis B surface antigen (HBsAg) utama, yaitu adw, adr, ayw, ayr, dan seiring dengan berkembangnya ilmu biologi molekul, delapan genotipe, A,B,C,D,E,F,G dan H. Sekitar 350 juta orang di dunia saat ini terinfeksi hepatitis B dan hampir 75% diantaranya terdapat di Asia. Berdasarkan prevalensi HBsAg, menurut WHO, Indonesia termasuk dalam daerah endemik sedang sampai tinggi. Pengetahuan tentang genotipe VHB sangat penting. Dari segi klinik, telah banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara genotipe VHB dengan manifestasi klinik penyakit hati dan respon terhadap terapi antivirus. Berdasarkan epidemiologi, diketahui bahwa penyebaran virus hepatitis B di dunia berbeda secara geografis. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki populasi sangat beragam lebih dari 475 kelompok etnik. Keragaman populasi ini sangat terkait dengan latar belakang genetik manusia dan pola migrasi purba, dan diduga mempengaruhi epidemiologi molekul VHB yang tergambarkan dalam distribusi genotipe dan subtipe VHB di Indonesia. Sampai saat ini laporan tentang genotipe VHB di Indonesia masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari bukti bahwa polimorfisme sekuens Pre-S2 dapat digunakan untuk penentuan genotipe VHB dan subgenotipenya, mempelajari hubungan antara genotipe dan serotipe VHB, menentukan pola distribusi genotipe VHB di Indonesia dan kaitan genotipe VHB dengan migrasi populasi manusia, serta mengembangkan prinsip metode praktis penentuan genotipe berdasarkan polimorfisme di daerah Pre- S2. Penelitian ini dilakukan pada 11 populasi Indonesia, terdiri dari 8 populasi sehat yaitu populasi Batak-Karo, Dayak Benuaq (mewakili Indonesia bagian barat); populasi Makassar, Mandar, To raja dan Kajang (mewakili populasi Indonesia Timur - Sulawesi); populasi Alar dan Sumba (mewakili populasi Nusa Tenggara Timur), dan 3 kelompok pasien hepatitis B dari Sumatera, Jawa dan Cina Indonesia. Pendekatan metodologi yang digunakan bersifat eksplaratif-cross sectional. Secara singkat aspek-aspek yang dipelajari dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bukti bahwa daerah Pre-S2 dapat digunakan dalam penentuan genotipe VHB: identifikasi subgenotipe yang terkait dengan populasi manusia. DNA VHB diisolasi dari serum HBsAg positif, dan fragmen DNA daerah Pre-S2 serta daerah pembanding lainnya diamplifikasi dengan metoda PCR. Penentuan genotipe dilakukan dengan membandingkan hasil perunutan sekuens daerah Pre-S2 dengan sekuens daerah S, total genom, gen P, X, core dan Pre-S1. Penentuan genotipe VHB dengan menggunakan sekuens Pre-Sz-sarna baiknya dengan berdasarkan daerah S; semua sampel terdistribusi sama pada genotipe B dan C. Genotipe B adalah genotipe utama yang ditemukan (43/56 sampel; 76,8%), diikuti genotipe C dengan 13/56 sampel (23,2%). Variasi sekuens yang tinggi di daerah Pre-S2 memungkinkan pengenalan tiga subgenotipe VHB/B: Bc pada populasi Cina Indonesia, Bwi pada populasi Indonesia bagian barat dan Bei pada populasi Nusa Tenggara Timur. Variasi sekuens ini juga membagi VHB/C menjadi dua kelompok yaitu subgenotipe C1 dan C2. Dibuktikan bahwa subgenotipe Bc identik dengan subgenotipe B Asia non Japan (Ba) yang ditemukan pada populasi Cina di daratan Asia, menunjukkan bahwa genetik VHB dipertahankan pada populasi Cina Indonesia sampai lebih dari tiga generasi. Subgenotipe VHB/B yang ada di Indonesia membawa segmen kecil dari genotipe C di daerah precore dan core hasil proses rekombinasi, seperti halnya dengan genotipe Ba. Perbedaannya terletak pada tambahan titik rekombinasi dan Single Nucleotida Po/imorphism (SNP) di daerah precore dan core tersebut. Adanya subgenotipe di atas diverifikasi dengan sekuens total genom VHB. Berbagai SNP di daerah Pre-S2 memberikan pola yang khas untuk masing-masing subgenotipe VHB sehingga dapat dijadikan situs diagnostik untuk penentuan genotipe dan subgenotipe. 2. Hubungan antara serotipe dan genotipe VHB: studi pad a genotipe VHB di Asia Tenggara. Pada total 110 sampel VHB yang berasal dari beberapa kelompok populasi: Sumatra (n=12), Cina Indonesia (n=29), Jawa (n=23), Sulawesi (n=19), Alor (n=13) and Sumba (n=14), ditemukan serotipe adw, adr, ayw dan ayr. Pola distribusi serotipe yang ditemukan adalah adw dominan di Indonesia bagian barat seperti daerah Sumatra dan Jawa, ayw serotipe dominan di Nusa Tenggara Timur, dan serotipe campuran (adw, ayw dan adr) ditemukan di daerah Sulawesi. Serotipe ayr merupakan serotipe yang paling jarang ditemukan. Uji statistik Chi-square, menunjukkan secara bermakna hubungan antara serotipe HBsAg dan genotipe/subgenotipe VHB. Serotipe adw berkaitan dengan subgenotipe .Bwi dan Bc, serotipe ayw1 dengan genotipe Bei, serotipe adr dan ayr dengan genotipe C, sedangkan serotipe ayw2 berkaitan dengan genotipe D. Terdapat anomali hubungan antara serotipe dan genotype pada beberapa sampel, yaitu serotipe adr dengan genotipe B (adr-B) dan serotipe adw dengan genotipe C (adw-C). Mekanisme molekul yang mendasarinya telah diselidiki, dan ternyata adalah: (a) isolat adr-B, adanya mixed infection VHB/B (adw) dan VHB/C (adr). Hasil kloning menunjukkan VHB/B (adw) lebih banyak dari VHB/C (adr) , akan tetapi ternyata secara serologi adr lebih dominan dari adw, sesuai dengan sifat antigenesitas r yang tinggi dibanding w atau adanya mutasi di daerah determinan a pada posisi lain yang mempengaruhi ekspresi w; (b) isolat adw- C, adanya recurrent mutation pad a posisi asam amino ke 160 yang merubah determinan r menjadi w, dan adanya mutasi baru P 127T dan C 139W. Berdasarkan hasil penelitian ini, diusulkan bahwa data serotipe di Indonesia yang telah dipublikasi oleh peneliti-peneliti sebelumnya dapat dikonversi menjadi data genotipe VHB dengan tingkat kesalahan 1,8% untuk genotipe C yang berserotipe adw, dan 5,4% untuk genotipe B dengan serotipe adr. 3. Epidemiologi molekul VHB di Indonesia: genotipe sebagai marka migrasi populasi. Frekuensi HBsAg di Indonesia bervariasi diantara delapan kelompok etnik yang dipelajari, yaitu pada populasi Batak Karo (6.7%), Dayak Benuaq (13,2 %), Makassar (4,2 %), Mandar (5,5%), Toraja (4,2%), Kajang (7,2%), Alor (10,7%), dan 8umba (7,4%). Dari 138 sampel didapatkan bahwa genotipe B merupakan genotipe utama di Indonesia (73,9%), diikuti genotipe C (24,6%) dan kemudian genotipe D (1,5%). Penemuan ini sesuai dengan hasil konversi serotipe-genotipe yang dilakukan terhadap data serotipe Indonesia yang telah dipublikasikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Data genotipe VHB 11 populasi Indonesia hasil penelitian ini dan genotipe VHB pada 27 kota hasil konversi serotipe-genotipe telah disusun menjadi peta distribusi genotipe VHB di Indonesia. Distribusi genotipe VHB menunjukkan adanya hubungan dengan po la migrasi purba populasi manusia ke kepulauan Nusantara. Genotipe C tampaknya datang bersama migrasi manusia modern (Homo sapiens) pertama dari daratan Asia sekitar 40.000 - 60.000 tahun sebelum sekarang (years before presence;YBP). Kemudian gelombang migrasi besar manusia ke dua ke kepulauan Nusantara, tediri dari populasi berbahasa Austronesia (4.000 - 6.000 YBP), diusulkan membawa genotipe B. 8esuai dengan po la migrasi ini, genotipe B dominan di hampir semua wilayah Indonesia dengan populasi penutur bahasa-bahasa Austronesia, dan hanya menyisakan dominasi genotipe C di daerah Papua dan daerah berpopulasi Austromelanosid lain di sekitarnya. Disimpulkan bahwa genotipe B merupakan marka populasi Austronesia. 4. Pengembangan prinsip metoda praktis penentuan genotipe VHB berdasarkan polimorfisme di daerah Pre-52. Dalam penelitian ini terbukti bahwa penentuan genotipe VHB berdasarkan daerah Pre-82 dapat dilakukan dan paling sedikit sama baiknya dengan cara berdasarkan daerah 8 yang sekarang umum dipakai. Metoda penentuan genotipe berdasar daerah Pre- 82 dengan direct sequencing ideal untuk penelitian, tetapi pad a saat ini tidak praktis untuk pemeriksaan laboratorium klinik. Pengembangan metoda PCR- RFLP berdasarkan polimorfisme di daerah Pre-82 akan memungkinkan penentuan genotipe dan subgenotipe secara lebih praktis. Untuk itu, telah dilakukan analisis 110 sekuens Pre-S2 VHB hasil penelitian ini dan 84 sekuens dari GenBank, untuk menentukan situs pemotongan enzim restriksi endonuklease yang tepat rancang PCR-RFLP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Genotipe C dan 0 dapat dibedakan dari genotipe B dengan menggunakan enzim Aval, genotipe C dan 0 dibedakan dengan enzim Bmn, dan genotipe B dan C-adw dengan enzim Banll. Subgenotipe Bc dibedakan dari Bwi dan Bei dengan enzim Apal. Pembedaan subgenotipe Bwi dan Bei dilakukan denqan menggunakan primer dengan modifikasi satu nukleotida untuk membuat situs enzim restriksi Btsl. Metoda praktis PCR-RFLP untuk membedakan genotipe dan subgenotipe khas Indonesia dapat dikembangkan.
Hepatitis B Virus (HBV), a DNA virus of 42 nm double shelled particles, is the prototype member of the Hepadna (Hepadnaviridae) family. HBV is an ethiological agent of acute and chronic liver diseases including fatal fulminant hepatitis, cirhosis and hepatocellular carcinoma (HCC). HBV has been classified into four serological subtypes (serotypes) of hepatitis B surface antigen (HBsAg), adw, adr, ayw and ayr, and more recently into eight genotypes, A to H. More than 350 million people are infected with hepatitis B in the world and almost 75% of those with chronic hepatitis live in Asia. Based on HBsAg prevalence, according to WHO, Indonesia is classified into moderate to high endemicity. Information on VHB genotypes is important. Many studies have reported the relationship between HBV genotype and clinical manifestation, and also with response to treatment. Epidemiologicaly, HBV genotypes have marked geographical distribution. The Indonesian archipelago is inhabited by more than 475 ethnic populations, each with distinct physical, cultural, and linguistic characteristic. This population diversity is associated with a vast human genome diversity and related to ancient migratory events, and thus may have an association with HBV genetic heterogeneity and reflected in the distribution of subtypes and genotypes. Information on HBV genotypes in Indonesia is still very limited. The aim of this study is to find evidence in support of the argument that sequence polymorphism in the relatively more variable Pre-S2 region could be exploited for the genotyping and subgenotyping of HBV, to examine the relationship between serotypes and genotypes, to study the distribution of HBV genotypes in Indonesia and its relationship to human population migration, and to develop the principle of a practical method for genotyping based on polymorphisms in the Pre-S2 region. The study was performed in 11 ethnic populations of Indonesia, e.i. healthy populations of Batak-Karo and Dayak Benuaq from west Indonesia; Makassar, Mandar, Toraja dan Kajang from the island of Sulawesi; and Alor and Sumba of east Nusa Tenggara; and patients with chronic hepatitis B from Sumatra, Jawa and Chinese Indonesian. The methodological approach employed was explorative-cross sectional. The following specific aspects have been investigated: 1. Evidence that Pre-S2 sequence polymorphism could be used for HBV genotyping: identification of population associated subgenotypes. HBV DNA was isolated from HBsAg positive sera and regions of interest were amplified by PCR. Genotyping was carried out based on the Pre-S2 sequence, and compared with those based on the S gene, the whole genome, P gene, X gene, core gene, and Pre-S1 gene sequences. HBV genotyping based on the Pre-S2 sequence is at least as good as that based on the S region; similar genotypes were assigned for each sample by the two approaches. Genotype B was predominant (43/56 = 76.8%), followed by genotype C in13/56 sample (23.2%). The high sequence diversity of the Pre- S2 region facilitated the identification of three HBV/B subgenotypes: Bc in Chinese Indonesians, Bwi in west Indonesian populations, and Bei in east Nusa Tenqqara. The Pre-S2 sequence polymorph isms also divided HBV/C into two subgenotypes: C1 and C2. Subgenotype Bc is identical to subgenotype B Asia non Japan (Ba) previously found in the Chinese and Indochinese populations of mainland Asia showing that HBV has been genetically preserved in the Chinese Indonesian population for over than three generations. Similar to Ba, the subgenotypes of HBV/B found in Indonesia has undergone a recombination and carry a small segment of HBV/C sequence in the precore and core region. Additional recombination point and Single Nucleotide Polymorph isms (SNPs) were found in the precore and core region. The occurrence of the HBV/B subgenotypes was confirmed by the sequencing of the whole HBV genome. A number of SNPs in the PreS2 region are subgenotype specific, and thus could be used as diagnostic markers for genotyping. 2. The relationship between serotype and genotype of HBV: study on the Southeast Asia genotypes. A total of 110 samples were examined (Sumatra, n=12; Chinese, n=29; Java, n=23; Sulawesi, n=19; Alor, n=13; and Sumba, n=14), and serotypes adw, adr, ayw and ayr were found. In west Indonesia (Sumatra and Java) serotype adw was dominant, in Alor and Sumba the dominant serotype was ayw, while in Sulawesi mixed serotypes of adw, ayw and adr were found. Serotype ayr was rare. Chi-square test shows a significant correlation between HBV serotypes and genotypes. Serotype adw is related to subgenotypes Bwi and Bc, serotype ayw1 is related to subgenotype Bei, serotypes adr and ayr to genotype C, and serotype ayw2 to genotype D. Some anomalies were found, i.e. genotype B with serotype adr (adr-B), and genotype C with serotype adw (adw-C). The molecular mechanisms responsible for the anomaly were investigated and found to be: (a) For isolate adr-B, mixed infection of HBV/B (adw) and HBV/C (adr). Cloning experiment revealed more HBV/B than HBV/C, but serologically'adr appears to be dominant, consistent with the antigenecity of r being stronger than w or the decrease of w expression due to other mutations near the a determinant; (b) For isolate adw-C, recurrent mutation altering amino acid residue 160 from r to w, and new mutations, P127 T and C139W, in the vicinity of the a determinant. The above finding suggests that serotype data could be converted to genotype information with an error of around 1.8% for genotype C with adw serotype, and 5.4% for genotype B with adr serotype. 3. HBV molecular epidemiology in Indonesia: genotypes as markers for population migration. The prevalence of HBsAg in the eight ethnic populations investigated were 6.7% (Batak Karo), 13.2% (Dayak Benuaq), 4.2 % (Makassar), 5.5% (Mandar), 4.2% (Toraja), 7.2% (Kajang), 10.7% (Alor) and 7.4% (Sumba). From the 138 samples examined, genotype B was found to be the most dominant (73.9%), followed by genotype C (24.6%) and genotype D with only 1.5%. Similar genotype distribution was obtained from the serotype-genotype conversion of published Indonesian serotype data. The genotype data from 11 populations generated in this study and 27 cities deduced from serotype data were used to map the distribution of HBV genotypes in Indonesia. The distribution is consistent with the human migration events in the peopling of the Indonesian archipelago. Genotype C appears to have arrived with the first arrival of modern human (Homo sapiens) in the region from mainland Asia, some 40,000 - 60,000 years before presence (YBP). The second major wave of migration, of speakers of the Austronesian language family (4,000 - 6,000 YBP), is suggested to carry genotype B (subgenotypes Bwi and Bei). In agreement, genotype B (subgenotypes Bwi and Bei) was dominant in most regions of Indonesia inhabited by Austronesian-Ianguages speaking populations. Dominance of genotype C was observed only in Papua, and in the neighboring Austramelanosid populations. It is concluded that genotype B is an Austronesian population marker. 4. Development of the principle of a practical method for HBV genotyping based on polymorph isms in the Pre-S2 region. Genotyping based on the Pre-S2 sequence polymorph isms is at least as good as that based on the S region. Direct sequencing of the Pre-S2 gene is ideal for in- depth genotyping studies, but less practical and relatively expensive for clinical laboratory purposes. The development of a PCR-RFLP method would provide a practical approach for genotyping and subgenotyping. The 110 sequences of the Pre-S2 region generated in this study, and 84 sequences retrieved from the GenBank representing genotype A to H, have been analyzed to find restriction endonuclease sites suitable for HBV genotyping and subgenotyping. The sets of Pre-S2 primers and restriction endonucleases derived have been experimentally tested. Genotype C and D could be differentiated from genotype B by using Aval, and genotypes C from D with Bmr1, genotype Band C-adw with Banll. Subgenotype Bc could be easily distinguished from Bwi and Bei using Apal. To define subgenotypes Bwi and Bei, a PCR primer with one base modification was designed to create a restriction site for Btsl. A practical method based on PCR-RFLP of the Pre-S2 region could be developed for the identification of Indonesian- specific HBV genotypes and subgenotypes.
- Judul Seri
-
-
- Tahun Terbit
-
2005
- Pengarang
-
Neni Nurainy - Nama Orang
Sangkot Marzuki - Nama Orang
David H Muljono - Nama Orang
Herawati A. Sudoyo - Nama Orang - No. Panggil
-
D05012fk
- Penerbit
- Jakarta : Program Doktor Ilmu Biomedik., 2005
- Deskripsi Fisik
-
-
- Bahasa
-
Indonesia
- ISBN/ISSN
-
-
- Klasifikasi
-
NONE
- Edisi
-
-
- Subjek
-
-
- Info Detail Spesifik
-
-
D05012fk | D05012fk | Perpustakaan FKUI | Tersedia |
Masuk ke area anggota untuk memberikan review tentang koleksi