Tesis
Uji invivo sediaan Slow Release Rifampisin dengan Enkapsulasi PVA (Polyvinyl Alcohol) pada Tulang Belakang Tikus Sprague dawley = In Vivo Study of Slow Release Rifampicin encapsulated using PVA (Polyvinyl Alcohol) in Sprague Dawley Rat Spine.
Pendahuluan: Indonesia adalah negara dengan kasus tuberkulosis (TB) terbanyak ketiga di dunia (sekitar 10% dari total kasus di dunia) dan 6,5% dari infeksi TB merupakan kasus TB ekstrapulmonal, dimana 50% diantaranya menyerang tulang belakang. Saat ini regimen pengobatan TB masih mengandalkan kombinasi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diberikan secara oral. Pemberian OAT dalam jangka panjang memiliki angka kejadian efek samping yang cukup tinggi sebesar 8,3%, sehingga perlu dicari alternatif laindalam pengobatan TB. Penelitian ini bertujuan untuk menilai penggunaan teknologi pelepasan obat terkontrol atau slow release sebagai modalitas terapi lokal pada infeksi TB muskuloskeletal khususnya tulang belakang. Dengan ditempatkannya rifampisin yang bersifat hidrofobik di dalam kapsulasi senyawa hidrofilik non-imunogenik serta non karsinogenik seperti Polyvinil Alcohol (PVA), diharapkan memiliki kemampuan slow release sehingga dapat diimplantasi pada fokus infeksi sebagai terapi lokal selama tenggat waktu yang diharapkan tanpa pasien harus mengkonsumsi obat oral. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji eksperimental invivo pada 12 tikus Sprague Dawley betina berusia 5-7 bulan dengan berat 180 – 220 gram dengan menggunakan desain penelitian post test only control group. Evaluasi dilakukan dengan mengukur kadar rifampisin dalam jaringan tulang belakang serta kadar SGOT dan SGPT dalam darah. Analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif dan uji perbandingan menggunakan SPSS 25. Hasil: Penelitian dilakukan hewan uji dengan median usia 5 bulan (5 – 7) yang terdiri dari 12 subjek betina (100%). Rerata berat badan hewan uji yaitu 196.5±3.92 gram. Sebanyak 7 subjek penelitian memiliki berat badan diatas 200-gram dan 5 subjek lainnya dengan berat dibawah 200-gram. Hasil uji normalitas ditemukan adanya distribusi data yang tidak normal pada usia (sig. < 0.05), sementara pada variabel berat badan ditemukan adanya distribusi data yang normal (sig. > 0.05). Penilaian secara kualitiatif menunjukkan bahwa sampel bubuk tulang pada kelompok perlakuan lokal memperlihatkan warna lebih kemerahan jika dibandingkan bubuk tulang pada kelompok perlakuan oral. Namun dalam pemeriksaan kadar rifampisin secara kuantitatif menggunakan metode HPLC, menunjukkan tidak terdeteksi kadar rifampisin pada kedua kelompok dimana rifampisin seharusnya terdeteksi pada retention time untuk sekitar menit 15,06 dengan panjang gelombang 254nm. Pada uji hipotesis antara perlakuan dan penanda fungsi hati berupa SGOT dan SGPT dilakukan dengan uji t-test tidak berpasangan, menunjukkan hasil yang signifikan (p=0.005 dan p=0.002). Terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara metode pemberian rifampisin secara peroral dengan implantasi lokal rifampisin terenkapsulasi PVA dimana angka SGPT pada sampel darah kelompok perlakuan oral menunjukkan angka yang lebih tinggi. Namun sebaliknya SGOT pada kelompok perlakuan lokal justru menunjukkan angka yang lebih tinggi. Kesimpulan: Deteksi kandungan rifampisin pada sampel jaringan tulang belakang menggunakan metode HPLC pasca implantasi sediaan rifampisin terenkapsulasi PVA pada hari ke 14, belum mampu membuktikan terjadinya slow release di dalam jaringan hidup secara kuantitatif dan belum dapat dinilai lebih efektif dari segi penyerapan obat ke dalam jaringan tulang belakang jika dibandingkan dengan pemberian rifampisin secara oral. Namun pemberian rifampisin terenkapsulasi PVA secara lokal pada tulang belakang menunjukkan efek hepatotoksitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian rifampisin secara oral dibuktikan dengan meinigkatnya angka SGPT di dalam darah.
Kata Kunci: Rifampisin, PVA, Polyvynil Alcohol, Sprague Dawley, Implantation, Oral.
Introduction: Indonesia is a country with the third most cases of tuberculosis (TB) in the world (about 10% of worldwide TB cases) and 6.5% of TB infections are extrapulmonary, of which 50% affect the spine. Current reliance on combination of oral Anti Tuberculosis Drugs (ATD) and long term medication has given a fairly high incidence of side effects of 8.3%. Under these circumstances, it is necessary to look for other alternatives in TB treatment. This study aims to assess the use of controlled or slow release drug technology as a local therapy modality in musculoskeletal TB infection cases, especially the spine. With the encapsulation of hydrophobic drug substances inside a non-immunogenic and noncarcinogenic hydrophilic compound such as Polyvinyl Alcohol (PVA), it is expected to have a slow release capability so that it can be implanted in the focus of infection as local therapy during the expected deadline without having the patient to take oral medication. Method: This study is an in vivo experimental study on 12 female Sprague Dawley rats aged 5-7 months weighing 180 – 220 grams using a post test only control group research design. The evaluation was carried out by measuring the level of rifampicin in spinal tissue and the level of SGOT and SGPT in the blood sample. We analyze the result using a descriptive method and a comparison test using SPSS 25. Results: The study was conducted on Sprague Dawley rat with a median age of 5 months (5 – 7) consisting of 12 female subjects (100%). The average body weight of the test subject was 196.5±3.92 grams. A total of 7 study subjects weighed above 200-grams and 5 other subjects were weighed under. The results of the normality test found that there was an abnormal distribution of data for age (sig. < 0.05), while the weight variable was found to have a normal distribution of data (sig. > 0.05). The qualitative assessment showed that the bone powder samples in the local treatment group showed a more reddish color than in the oral treatment group. However, quantitative measurement using the HPLC method, showed no detectable levels of rifampicin in both groups where rifampicin should have been detected at 15.06 minutes of retention time with a wavelength of 254nm. The hypothesis test between treatment and liver function markers in the form of SGOT and SGPT was carried out using unpaired t-test, showing significant results (p = 0.005 and p = 0.002). There was a significant difference in the two groups which explained that there was a relationship between the method of giving rifampin orally and local implantation of PVA-encapsulated rifampicin where the SGPT number in the blood sample of the oral treatment group showed a higher number. On the other hand, the SGOT in the local treatment group actually showed a higher number. Conclusion: Detection of rifampicin content in spinal tissue samples using the HPLC method after implantation of PVA-encapsulated rifampicin preparations on day 14 has not been able to prove its slow release capability in living tissue quantitatively and cannot concluded to be more efficient in terms of absorption into the spinal tissue compared to oral administration. However, local administration of PVA-encapsulated rifampicin in the spine showed a lower hepatotoxicity effect than oral rifampicin as evidenced by an increase of SGPT levels in the blood.
Keywords: Rifampicin, PVA, Polyvynil Alcohol, Sprague Dawley, Implantation, Oral.
- Judul Seri
-
-
- Tahun Terbit
-
2021
- Pengarang
-
Muhammad Zulhandani - Nama Orang
Melva Louisa - Nama Orang
Kamarza Mulia - Nama Orang
RAHYUSSALIM - Nama Orang - No. Panggil
-
T21401fk
- Penerbit
- Jakarta : Program Studi Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi., 2021
- Deskripsi Fisik
-
xxiii, 48 hal; ill; 21 x 30 cm
- Bahasa
-
Indonesia
- ISBN/ISSN
-
-
- Klasifikasi
-
NONE
- Edisi
-
-
- Subjek
- Info Detail Spesifik
-
Tanpa Hardcopy
T21401fk | T21401fk | Perpustakaan FKUI | Tersedia |
Masuk ke area anggota untuk memberikan review tentang koleksi